Laman

Jumat, 01 Maret 2013

Uang Saku : Perlukah anak-anak diberi Uang Saku?

Perlu atau tidak ya anak-anak kita bekali uang saku?

Pertanyaan ini perlu kita tanyakan ke diri sendiri dan melihat kondisi anak sebelum kita memutuskan apakah akan membekali anak-anak uang jajan atau tidak. Kita perlu menganalisa kebutuhan anak akan uang jajan ini sebelum memutuskannya.
Kenapa? Karena dari beberapa kali pengamatan saya terhadap anak-anak lain dan anak saya sendiri, bahwa ternyata anak-anak itu tidak selalu butuh uang saku. Bagi anak saya sendiri seringkali malah uang jajan itu bersisa atau bahkan belum dijajanin sama sekali. Namun pernah juga mereka merasa kurang dengan uang saku yang saya beri. Begitupun saya juga pernah menemukan orang tua yang anaknya selalu merasa kurang dengan uang jajannya.
Yang kita sebagai orang tua harus pahami adalah, apapun yang kita berikan ke anak adalah dalam rangka pembelajaran  dan haruslah bersifat mendidik.

Kenapa kita perlu menanyakannya ke diri kita?

Jujurlah, kadang-kadang situasi kita di masa lalu berpengaruh terhadap pemberian uang jajan dan nominalnya. Contoh nih ya, saya pernah menahan uang jajan anak laki-laki saya karena sebuah pelanggaran yang dilakukannya. Maka sesuai kesepakatan itu berarti uang jajannya ditahan. Walaupun di depan saya - suami terlihat tega, tapi ternyata Beliau tidak tega. Itu akhirnya terungkap setelah kemudian saya mewarning anak. Katanya, "tadi Abi mau selipin uang lho Mi buat Hamzah. Gak tega Abi melihat dia tidak jajan. Jadi keingetan saat Abi kecil dulu, pergi ke sekolah tanpa jajan. Terpaksa menelan air ludah melihat teman-teman
jajan ini dan itu."

Jika situasi ini yang mempengaruhi kita, maka kita cenderung akan memberi uang jajan bahkan berlebih jika kita mampu secara ekonomi. Sekalipun anak kita melanggar kesepakatan.

Sebenarnya saya juga sering merasakan tidak tega ini ya, tapi terkadang perasaan itu harus saya tekan, terlebih jika kesepakatan dilanggar anak-anak. Efeknya itu lho...

Suatu ketika salah seorang kenalan keluarga kami - seorang dokter - yang telah menganalisa bahwa anak laki-laki kami kena alergi. Sebenarnya saya sudah tahu, jika Hamzah - anak lelaki saya ini - jajan es di sekolahnya atau jajan sesuatu yang mengandung pemanis buatan yang ekstrem maka dia akan batuk-batuk.
Sebenarnya penanganannya mudah, jangan jajan yang seperti itu. Masalahnya kan kita tidak mungkin menguntit anak setiap saatkan? Ada saat-saatnya kita berjauhan, sekalipun sudah diperingatkan yang namanya anak-anak. Apalagi ternyata jajanan seperti itu justru didapatkannya di kantin sekolah.
Si dokter bilang, 'anak saya tidak pernah sekalipun saya kasih uang jajan. Kalau gak ada uang mereka mau jajan pakai apa?' tukasnya.

Saya tidak ingin membahas si dokter itu, tapi kenyataan yang saya lihat ketika anak-anak tidak dibekali jajan sementara mereka berada dilingkungan yang semua anak boleh dikatakan mendapat uang saku, jelas-jelas itu akan berefek tidak baik juga ke anak. Mereka akan berfikir bagaimana cara agar bisa mendapatkan uang jajan. Dan cukup banyak kejadian ketika si anak malah mencari uang dengan cara yang instan, yaitu mencuri uang di rumah atau bahkan mencuri uang temannya di sekolah.

Sekaranglah saatnya kita melihat kondisi si anak.

Sesekali perhatikanlah bagaiman reaksi anak kita ketika melihat temannya jajan. Atau lihat ekspresinya ketika ingin jajan sesuatu.
Kalau anak saya tidak akan mengatakan ia ingin jajan. Tapi lebih ke bahasa isyarat. Mengatakan haus ketika ingin jajan minuman dan mengatakan lapar ketika ingin jajan makanan. Pernah beberapa kali saya alihkan, jika haus ayo kita minum, jika lapar ayo kita makan. Ternyata konteks haus dan lapar yang mereka pakai itu bukanlah haus dan lapar fisik tetapi haus dan lapar inginkan sesuatu di luar kebiasaan.

Pernah suatu ketika anak saya yang besar -sekarang umurnya 10 tahun- meminta uang jajan karena semua teman-temannya memiliki uang jajan, itu terjadi ketika dia memasuki SD pertamanya. Padahal sebelumnya dia selalu saya bekali bekal kue/jajanan dari rumah. 
Ketika di TK dia benar-benar tidak peduli dengan uang jajan. Ini karena memang tidak ada waktu bagi anak TK untuk jajan, kalaupun ada peraturan sekolah lebih streng untuk anak-anak ini kecuali setelah usai sekolah. Beda dengan anak SD yang memiliki waktu istirahat turun main yang seringkali tanpa kontrol sekolah.
Sementara itu saya punya kebiasaan menyetok jajanan di kulkas, sehingga anak-anak saya tidak perlu dan  tidak pernah memegang uang untuk jajan.
Tapi akibatnya ternyata ketika memasuki usia SD, anak saya tidak mengerti nilai uang seperti halnya teman-temannya. Sehingga timbullah keinginannya untuk memegang uang dan berlaku seperti teman-temannya. Dan ada harga yang harus dibayarnya untuk itu, yaitu ketika teman-temannya mengajaknya ke kantin dengan memakai uang anak saya. Anak saya bingung kenapa uangnya habis, padahal ia baru jajan roti bakar 2 ribu rupiah. Saya kasihan sekali melihatnya nelangsa tidak mengerti, itulah awalnya saya memberi anak-anak uang saku. 
Karena memberi tahu akan nilai uang saja tidak cukup, praktek dilapangan jauh lebih penting. Dengan  memberi uang jajan berarti kita memberikan anak kesempatan untuk learning by doing tentang nilai uang.

Jadi bagaimana, perlukah anak-anak kita bekali uang saku?

Jawabannya terpulang ke kondisi keluarga kita masing-masing. 

1. Jika kita memang mampu secara ekonomi tidak ada salahnya kita memberi anak uang saku. Yang perlu kita ketahui adalah bagaimana mengatur polanya.
2. Jika anak tidak butuh, mungkin keinginan memberi uang saku perlu ditinjau.
Memangnya ada anak yang tidak butuh? jawabannya ada, saya pernah menemukannya, bahkan sampai Bundanya  bingung, kenapa anaknya tidak mau jajan seperti anak-anak lainnya. Setiap uang yang dikasih selalu utuh dibawa pulang.
3. Jika kita tidak mampu, jangan memaksakan diri. Ada baiknya kita mengajari anak untuk mengerti, lebih dini pengertian ini kita berikan maka pengertian anak akan jauh lebih baik.Akan lebih baik lagi kalau anak-anak kita ajari untuk berusaha dengan cara yang halal.
4. Bersikaplah di tengah-tengah dan fleksibel, jangan ekstrim. Karena jika kita terlalu ekstrim justru akan berakibat buruk pada anak-anak. Mereka bisa berubah menjadi pembohong kecil bahkan pencuri kecil.

#Jajan bukan hanya berarti anak-anak belajar berbelanja, tapi mereka juga belajar nilai uang dan pengelolaannya. Tentu akan asyik sekali bagi anak-anak ketika kita membawa mereka ke konsep belajar dengan menemukan...leraning by doing.

Demikian celoteh saya tentang Uang Saku, mengenai perlu tidaknya anak-anak mendaptkannya.
Mudah-mudahan di lain kesempatan saya bisa berceloteh lagi tentang seberapa besar nominal uang saku anak ke sekolah. 


 

terimakasihsudahmampir,jikaberkenansilahkantinggalkanjejak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar