Laman

Jumat, 22 Februari 2013

Panggil Aku...Ninie

Diperjalan yang baru 37 tahun ini aku sudah mengalami pergantian nama berkali2.
     Aku terlahir 37 tahun yang lalu dengan nama Fetri Eni. Sampai saat ini aku tidak tahu arti nama ini. Menurut Emak karena aku lahir di bulan Pebruari. Itu saja. Sedari kecil aku berfikir kenapa aku tidak diberi nama yang lain ya, yang terlihat keren seperti nama teman2 SD kelas 1 ku yang lain. Seperti nama Yulia Arisandi, Dona Alminora. Di mata kanak2ku nama2 tersebut terlihat keren. Ditambah lagi sebagai anak ke-5 dari 6 bersaudara, kakak2ku suka mengolok2 dengan memanggilku Pepet. Kesannya gimana gitu. 
Aku jadi teringat nama panggilan seorang teman TK; T*t*t. Karena anaknya sedikit nakal, mulutnya lancang aku jadi ogah dipanggil begituan. O ya, nama2 lengkap teman TK aku malah tidak ingat satupun, karena kami hanya 1 tahun di sekolah yang sama. Kalaupun akhirnya aku tahu nama lengkap mereka, itu karena kemudian takdir membuat kami bersekolah di tempat yang sama. Seperti MDA, sebuah sekolah sore di luar SD yang ku ikuti selama 4 tahun, berada di satu  SMP bahkan satu SMA.
Kembali ke namaku ya, di kelas 1 SD Ibu Jus -guru kelas 1 ku- mengubah namaku menjadi Fitri Eni. Aku senang sekali, kesannya nama ini lebih manis. Aku suka menghubungkannya dengan Hari Raya Idul Fitri, aku bangga namaku di ganti.

Tetapi dalam pergaulan keseharian baik di rumah maupun di lingkungan aku biasa di panggil Ninie. Nah, sejarah nama ini Emak-ku tahu ketika ku tanya kenapa. Beliau bilang nama itu dari Bapak, karena aku punya
adek yang jarak usia kami hanya 1,9th. Jadi nama Eni biasa dipanggil NiNie singkatan dari Uni Eni, dan keterusan jadi Ninie. Nah karena ingin memberi adekku contoh yang baik, semua anggota keluarga memanggilku Ninie.
Masalahnya aku tidak bisa menerima penjelasan ini. Aku bingung, soalnya kakak2 sepupuku yang saaangat banyak sudah memanggilku Ninie dari dulu, dimana usia mereka jaauuh dari usiaku. Akhirnya agar puas aku cari alasan tersendiri.
Jadi begini, aku dipanggil Ninie karena nama ku Eni cuma beda 1 huruf dengan kakakku Yeni. Jadi untuk membedakan kami berdua, aku yang kecil dipanggil Ninie dan kakakku si sulung dipanggil Yen. Hm...sepertinya alasan ini jauh lebih bisa kuterima.
Namun sebagai anak kecil aku tak bisa memprotes ketika guru kelas diganti, mereka dengan semena2 mengembalikan namaku menjadi Fetri Eni kembali.
Hampir 6 tahun berlalu sampai aku menamatkan SD aku terpaksa puas dengan nama Fetri Eni dengan panggilan Ninie dari teman2 dan keluarga dan Nie panggilanku untuk diriku sendiri.
  
      Suatu ketika aku merasa kesempatan mengganti nama menghampiriku. Ketika kellas 6 SD kami -aku dan si bungsu- pindah sekolah ke sekolah dimana Emak kami yang jadi Kepala Sekolahnya. Aku girang, wow...kesempatan ganti nama nih di STTB SD, cihuy...senang yang tak bisa ku pungkiri. Aku senang mengetahui sesuatu, karena sebagai anak kepala sekolah aku selalu mengamati Emak-ku memanggil anak2 yang namanya kurang bagus ejaannya. Untuk diketahui tidak sedikit Emak-ku menyumbangkan nama untuk murid2nya.
Jadilah ketika aku kelas 6, kebetulan STTB masih diisi oleh kepala sekolah, aku memanfaatkan moment ini. Berhari2 aku memikirkan nama pengganti. Aku tidak sreg lagi dengan nama Fitri Eni. Karena seorang teman baikku yang sangat ku kenal, mencomot namaku ini dengan sedikit perubahan menjadi Fitriani. Jadilah namanya yang cuma satu kata itu ditambahkan dengan Fitriani. Aku benar2 keberatan, sayangnya aku belum mendaftarkan hak cipta atas namaku, aku jadi tidak bisa protes. Ya sudah, itu artinya aku harus cari nama lain.
Suatu hari aku dapat ilham, kenapa huruf F pada namaku tidak ku ganti saja dengan V? Sepertinya terlihat keren. Dari teman2 TK, SD, MDA-ku tidak satupun yang bernama dengan huruf awal V. Namun sebuah kekhawatiran sempat muncul, bagaimana nanti ketika sekolahku berlanjut, pasti akan ada saja yang namanya mirip dengan namaku. Aku sungguh khawatir. Kemudian aku melirik nama Bapak-ku; Munir bin Munaf. Whua...ini keren. Aku bisa menempelkan nama Bapak di belakang namaku. Tanpa minta izin dulu, karena aku merasa berhak memakainya tanpa izin jadilah nama rancanganku Vetri Eni Munir. Aku enggan memakai Binti karena kesannya kampungan gitu ya.
Sejujurnya aku pernah mengusulkan nama ini ke Emak, tapi Beliau keberatan. Katanya namaku sudah bagus. Lalu mulailah aku bersiasat. Aku baik2i Emak. Karena tulisanku terhitung paling bagus di rumah, jadilah proyek tanpa tender mengisi STTB jatuh ke tanganku. Dengan bayaran tentu saja. Sejujurnya bukan bayarannya yang aku incar, tapi kesempatan mengganti nama.
Dan kesempatan itu datang, tanpa izin namaku ku ganti dengan Vetri Eni Munir. Emak-ku geleng2 kepala begitu tahu. Aku-nya tentu saja tersenyum menang. Yee....
  
     Tapi di kelas 1 SMP musibah menimpa nama panggilanku. Waktu itu ada sinetron radio Nini Pelet yang lagi ngetop. Karena aku orangnya cukup ekspresif dan reaktif jika diganggu jadilah ketika aku marah para kakak2 yang usil memanggilku Nini Pelet. Tentu saja aku makin marah, mereka menyamakanku karena nama panggilan kami mirip dan rambutku pun panjang riap2an. Uh...aku kesel, syukurlah Bapak turun tangan menegur keras kakak2 yang mengisenginku. Lumayan ampuh kalau ada Bapak di rumah, kalau Bapak tak ada jangan ditanya. Anugerah otak yang lumayan encerlah yang akhirnya membuat kakak2ku menjahit mulut mereka. Di rumah aku tak banyak omong, kecuali kalau diganggu.
O ya bersekolah di SMP 1 Solok ternyata membawa perubahan tersendiri untuk nama pangggilanku hingga saat ini di tengah teman2. Karena namaku Vetri Eni Munir, dan aku sering menyebut Nie ke diri sendiri jadilah nama panggilanku berubah; Eni. No problem, aku senang2 saja, malah bersyukur karena kalau mereka tahu nama kecilku Ninie jangan2 mereka memelesetkan lagi menjadi Nini Pelet. Selama 3 tahun di SMP namaku dalam kondisi damai.
  
     Guncangan justru terjadi di SMA. Mungkin karena kebanyakan kami berasal dari SMP yang sama ya, entah siapa yang memulai mereka mulai iseng memanggilku Munir. Di kelas 2 SMA makin menjadi2, ternyata di kelas 2 ini ada yang bernama akhir Siregar, Basyaruddin, Gaflir, Gafar dan dikomplitkan dengan namaku Munir. Namanya juga anak lagi remaja yah, aku senang dipanggil Munir oleh orang2 tertentu dan kesal jika orang2 tertentu memanggilku begitu.
     Di bangku kuliah panggilan Munir mulai berhenti, mungkin karena kami sudah mulai beranjak dewasa ya. Tapi panggilanku diubah teman2 dekatku menjadi Vet. Ya sudahlah, aku terima saja mau dipanggil Eni atau Vet, suka2 hatilah. 

     Sampai di titik ini aku berfikir nama panggilanku tidak akan berubah banyak. Paling2 ntar aku dipanggil Ummu Fulanah (sesuai nama anakku yang pertama kelak, jika aku sempat punya ya). Dan nama  Vetri Eni Munir tertulis di ijazah S-1 ku untuk gelar S.Pd.
     Kemudian aku menikah. Alhamdulillah aku berkesempatan dipanggil Ummi Aisyah, sesuai nama anak sulungku. Aku senang2 saja, tak masalah. Bahkan kemudian para tetangga menyingkatnya menjadi Ummi saja, karena aku satu2nya Ummi disekitaran rumah kala itu.
Aku hanya kurang sreg ketika istri dan teman2 perempuan di kantor suami memanggilku Bu Zul. Alasannya cukup jelas. Alasan yang cukup idealis, aku ini istrinya Zulherizal bukan ibunya. Aku tak hendak memakai nama suami dibelakang namaku. Karena nasabku cukup jelas; Munir.
  
     Hingga berapa tahun kemudian aku terbiasa dipanggil si Ummi, atau Buk Eni atau Ummi Aisyah dengan nama lengkap Vetri Eni Munir. Tapi kemudian sesuatu terjadi lagi. Seorang agen asuransi yang sedang menawarkan barangnya dengan ceroboh mengisi identitas percontohanku dengan nama suami Munir. Terang saja aku protes. "Lha bukannya nama abinya Aisyah Pak Munir,Buk," sanggahnya. Aku kecewa mendengarnya. Dengan penampilannya yang rapi, yang berpakaian sepertiku masa tidak tahu kalau kita tidak boleh menaruh nama suami dibelakang nama kita. Oalah...aku benar2 penasaran kala itu. Pas pula bertepatan dengan meninggalnya Bapak-ku, bertepatan pula dengan akun FB-ku yang error.. 
Jadilah namaku mengalami perubahan untuk kesekian kalinya menjadi Vetrieni Bt Munir.
  
     Aku tidak bisa memprediksi apakah akan terjadi lagi perubahan atau tidak. Yang jelas aku tidak lagi berniat mengganti namaku. Vetrieni Bt Munir sudah terlihat cukup keren. Karena selalu sedih jika teringat almarhum Bapak yang tidak sempat kuantarkan keperistirahan terakhir, aku mulai membiasakan Ninie-lagi sebagai nama panggilan kecilku. Sebuah nama kecil hadiah dari Bapak. Dengan penyebutan diri sendiri yang tidak pernah berubah; Nie.
    Satu lagi, aku merasa mendapat pembenaran dari nama kreasiku sendiri Vetri Eni Munir yang menjadi Vetrieni Bt Munir. Anak mertuaku bilang Vetri itu akronimnya V3 yaitu vidi, vini, vici yang merujuk ke victory. Sejujurnya aku lega mendengarnya, sebuah kreasi yang tidak sia2.

Mungkin bagi sebagian orang nama hanya sekedar penyebutan, tapi bagiku nama memilki cerita..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar