Laman

Minggu, 17 Maret 2013

Uang Saku : Ketika Anak Candu Jajan

     Orang tua mana sih yang mau anak-anaknya candu jajan, jajan mulu yang ada dalam pikirannya. Di awal-awal barangkali terlihat lucu dan menggemaskan ketika balita kita di usia 3 dan 4 tahun mulai belajar minta jajan. Tapi percaya deh begitu anak memasuki usia sekolah lama-lama orang tua akan merasa gerah karena polah suka jajan ini. Uang saku tak pernah cukup, selalu kurang. Apa saja jenis makanan di depan di depan mata pasti dibelinya. Segala macam warna makanan dicicip anak-anak kita. Atau kalau enggak segala macam mainan 'murah' di depan sekolahan dibawa pulang, mulai dari yang harganya  500 rupiah hingga yang 2 ribu rupiah berpindah tangan dari penjual  ke anak kita. Seberapapun uang di tangan anak tidak pernah cukup untuk 'memenuhi' kebiasaanya ini.
     Anak-anak itu seperti halnya kita juga. Ada diantara kita yang suka shopping gak ya, atau malah sudah pada tahap 'gila' shopping. Coba sesekali lihat belanjaan kita dari swalayan atau mall. Seberapa banyak penyimpangannya dari daftar belanja yang kita susun sebelum pergi? Seberapa banyak barang-barang yang tidak masuk ke daftar butuh dan mendesak? Bahkan dengan alasan sepele bahwa nanti 'ini'akan dibutuhkan maka barang-barang di rak swalayan berpindah ke troly belanjaan kita. Tahu sendirikan akibatnya, pengeluaran jadi membengkak.
Nah anak-anak juga seperti itu, kita akan menemukan mereka masih membelanjakan uang sakunya padahal kan barusan bekal makan siangnya habis, masih kenyang kok jajan. Barusan juga makan sorenya tandas, ini
sate lewat dipanggil juga, tak lama kemudian lewat siomay eeh...dipanggil lagi. Dibagian sebelumnya sudah
disampaikan bahwa mengatur pola jajan sehat anak itu penting, bukan saja untuk kesehatan hari ini tapi juga untuk kesehatan masa depannya. Pengaturan pola jajan ini juga penting untuk masa depannya karena ini menyangkut uang yang tidak boleh dipandang sepele, sekalipun kita paham bahwa membelanjakan uang adalah proses learning by doing bagi anak-anak - proses yang menyenangkan bagi mereka dalam mengenal nilai uang secara konkrit.


Menurut ilmu alam saya, berdasarkan pengalaman pribadi, pengalaman orang-orang di sekeliling saya hingga buku-buku panduan yang saya baca, ada kiat-kiat menghadapi anak yang candu jajan
Beberapa langkah yang perlu kita perhatikan diantaranya adalah :

1. Kenali dulu penyebabnya, agar kita mudah menemukan solusinya

    Coba ajak anak kita bicara dan amati serta perhatikan polahnya.
Contoh : Jika mereka ingin jajan hanya karena tergiur ingin mencicipi segala ini dan itu maka cobalah untuk menyediakan aneka jajanan di rumah. Bikin penganan sendiri atau dibeli yang penting sehat untuk anak-anak. Atau sesekali cobalah bikin yang berwarna-warni, yang diam-diam suka mereka beli di sekolahan.
Seperti bikinlah es rosella dari syrup rosella bikinan sendiri.
Jika mereka barusan selesai makan tapi sudah memanggil tukang siomay yang lewat, coba ditahan, arahkan pengelolaan uangnya. Seperti menabung di celengan atau belikan mereka dompet sendiri, katakan "Nanti kalau uangnya sudah terkumpul kamu mau beli apa?" dsb.

2. Tarik Ulurlah, jangan menghentikannya dengan cara yang keras. 

     Ketika anak-anak kita kecanduan jajan, dimana jajan sudah berubah menjadi kebutuhan, maka setelah kita kenali penyebabnya, cobalah untuk mengalah, berkompromi dan tarik ulur. Karena menghentikan keinginan jajan dengan cara yang keras justru akan semakin membuat anak ingin jajan. Percayalah, anak-anak seperti halnya kita juga, akan ada masa jenuh jajannya. Maka tangkaplah momen itu. Agar jangan sampai kehilangan momen, sebaiknya kita tetap memantau anak dan tetap membisikinya tentang kebiasaan yang baik. Mulai dari menabungkan uangnya, membeli sesuatu dengan tabungannya, menceritakan bahaya jajan sembarangan serta perlihatkan mainannya yang berserakan hasil jajan di sekolahnya.

Tanda-tanda anak sudah bosan jajan diantaranya anak tidak tahu lagi apa yang mesti dibelinya, tegasnya ia mulai bingung, apalagi ya? Akibatnya ia akan membeli sebarang mainan atau jajanan tapi kemudian dia akan membuang-buangnya begitu saja. Nah tangkaplah momen itu, sebab jika momen tidak ditangkap, akan semakin susah untuk mengendalikannya.

Ini cerita saya, 
Anak saya tidak terbiasa jajan di warung ataupun jajanan yang lewat di depan rumah. Di SDIT-nya di Pekanbaru, anak pertama saya, pun jajan dalam kondisi terkontrol sekolah. Jajannya hanya di kantin sekolah, itu artinya jenis jajanan terbatas. Ketika kami pindah ke Semarang, SDIT ini memiliki pola yang berbeda dengan yang kami tinggalkan. Anak saya yang besar, yang sudah sekolah kala itu, suka lapar mata melihat jajanan yang sangat banyak dan berwarna-warni. Meski akhirnya saya bisa melarangnya untuk jajan makanan tetapi ternyata saya tidak bisa melarangnya untuk jajan mainan. Sesuatu yang tidak pernah ditemuinuya di sekolah yang lama. Akibat lapar matanya, tidak ada lagi uang jajan yang bersisa, dan bahkan ia protes keras karena uang jajannya di Semarang saya kurangi nominalnya di banding uang jajannya di Pekanbaru. Tidak mudah untuk mengendalikannya, ditambah lagi dengan kondisi mobil antar jemput sekolahnya yang suka berlama-lama setelah bel pulang berbunyi. Akhirnya saya memilih untuk mengalah sejenak. Hingga akhirnya ia kelelahan dan bosan sendiri. Dan momen itu saya tangkap untuk mengembalikannya ke kebiasaan baiknya di sekolah lama.

3. Ada larangan maka harus ada solusi.

    Harus kita akui bahwa sering kali kita melakukan kekhilafan di sini, kita melarang anak-anak melakukan ini dan itu tapi kita tidak menyediakan solusinya. Kita sibuk menyalahkan mereka tapi tidak berusaha untuk memahaminya dan tidak memberikan solusi atas keinginannya.
Istilah kerennya sekarang tuh 'kritik harus membangun', ada larangan berarti harus ada solusi.
Ini kisah saya ya ,
Suatu ketika anak-anak saya sepulang sekolah mengajukan proposal minta es serut, saya tolak karena dari tinjauan manapun jelas tidak sehat. Mulai dari es balok yang tak jelas sumber airnya hingga warna sirupnya yang ngejreng. Proposal itu mereka ajukan berulang-ulang. Alhamdulillah mereka tidak nekat membelinya, akhirnya saya bikin es serut sendiri ala saya. Es anyep bikinan sendiri, saya blender kemudian disiram dengan sirup frambozen susu kental manis putih dan coklat. SubhanaLlah, anak-anak saya bilang es serut Ummi enak.

Atau pernah juga anak lelaki saya yang suka jajan es di sekolah. Anak saya ini alergi pemanis buatan ekstrim, jadilah freezer saya dipenuhi segala macam es Made by Ummi, teh yang dijadiin es, skm yang berubah jadi es dan es rosella. Sesekali saya belikan es manis yang dijual di swalayan.

4. Tegaskan ke anak tentang jajan yang boleh dan tak boleh, tapi sebelumnya diskusikan dulu.

    Banyak macam jajanan sekarang, nantilah kita bicara soal makanan dan minuman produksi rumah tangga, makanan dan minuman pabrikanpun menjadikan anak-anak kita sebagai sasaran dagangnya.
Saya pribadi menerapkan sistem label halal MUI di setiap merk makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi mereka. Itu artinya setiap jajanan yang tidak mengantongi label halal MUI tidak boleh dibeli. Dan ini penerapannya bertahap ya, saya sendiri menerapkannya sudah lama yaitu sejak anak pertama saya mulai ngeh dengan jajanan pabrikan itu artinya sudah hampir 10 tahun karena anak pertama saya usianya sekarang 10 th+.
Dan untuk maiannya, saya memintanya untuk membereskannya sendiri. Tahu sendirikan, mainan murah yang dijual di luar pagar tak terkunci dari sekolah itu cenderung ringkih dan kecil-kecil . Jadi ketika dia kelelahan mengurus mainannya mulailah saya membisikinya tentang betapa uangnya  telah terbuang percuma untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, coba kalau ditabung tentu akan bisa membeli mainan dan buku-buku yang lebih bagus.

5. Terapkan sangsi untuk setiap pelanggaran.

    Anak-anak perlu dididik untuk disiplin, mereka harus belajar mematuhi aturan main, itu artinya akan ada konsekwensi jika aturan dilanggar. Namun ada satu hal yang harus kita pahami bahwa sangsi yang kita berikan haruslah bersifat mendidik, pahami ini sangsi sebagai konsekwensi pelanggaran bukan hukuman atas kesalahan. Secara sepintas ia terlihat sama tapi pada hakikatnya ia berbeda.
Pahamilah bahwa anak-anak tetaplah anak-anak, dunia mereka adalah dunia bermain dan bersenang-senang, mereka walaupun sudah tahu dengan benar dan salah tetapi mereka belum paham dengan defenisi benar dan salah dalam arti yang sesungguhnya.
Dan bicarakanlah dengan anak tentang konsekwensi pelanggaran ini, tentukan bersama apa sangsi atas pelanggaran peraturan ini, dan didik anak untuk belajar mematuhi kesepakatan.
Ini kisah anak-anak saya ya,
Kami sudah sepakat (hehehe barangkali tepatnya ini, saya sudah menggiring mereka untuk menyepakati) bahwa jika bekal makan siang tidak habis itu artinya uang saku untuk esok harinya dikurangi seribu rupiah, andai besoknya tidak juga dihabiskan maka akan mengalami pengurangan seribu lagi. Jika ini berturut-turut terjadi 3x maka di hari ke-4 uang sakunya di stop.

6. Ajaklah anak bercerita tentang jajannya hari ini.

    Anak-anak tidak bisa kita kontrol 24 jam penuh, apalagi bagi ibu-ibu yang memilih berkarir di luar rumah tangga. Untuk mengetahui segala aktifitasnya salah satunya adalah menanya ke sumbernya langsung. Ajaklah mereka bercerita, bukan interogasi ya. Karena anak-anak akan merasa bersalah jika mereka melanggar kesepakatan, jika mereka tahu bakal dimarahi maka jangan harap akan mudah mengorek informasinya. Berpandai-pandailah memikat hati mereka, sekali lagi perlu ditegaskan; mereka seperti kita juga.

7. Apresiasi positif setiap kali anak berhasil mengelola uang sakunya.

    Seperti yang sudah disampaikan bahwa anak-anak itu seperti kita juga, tidak mudah bagi mereka menahan nafsu 'ingin belanja', seharusnya ada hadiah di setiap prestasinya itu. Tentu hadiah sebagai apresiasi ini kita sesuaikan dengan kemampuan kita.
Saya menerapkan sistem 'menggandakan sisa uang saku'.
Ini kisah kami ya,
Jadi setiap hari saya akan tanya berapa sisa jajan hari ini? Itu artinya saya harus siap-siap menggandakannya, jika tersisa seribu rupiah itu berarti uang yang bisa ditabungnya hari itu adalah 2 ribu rupiah, begitu seterusnya. Karena kerepotan menggandakan uang saban hari, saya menerapkan penggandaan setiap akhir minggu untuk kedua anak saya yang sudah sekolah.

Untuk si Uni Aisyah yang sudah kelas 5 saya minta ia untuk mengumpulkan uangnya sendiri dan menyetor ke saya setiap akhir minggu, ini sekalian mendukung program uang belanja mingguan yang sudah saya terapkan ke dia. Dan itu disimpan di dompetnya.
Tapi untuk si Uda Hamzah kelas 2 , ia masih menyerahkan semua pengelolaannnya ke saya, hanya uang yang sudah digandakan setiap minggulah yang disimpan di dompetnya sendiri.
Inilah dompet si Uda Hamzah dan si Uni Aisyah, dompet yang diperoleh sebagai hadiah Ultah

8. Ajari anak mengelola sisa uang saku.

    Alhamdulillah banget ya, saya senang sekali ketika pulang sekolah anak-anak melapor, "Mi hari ini Uni tidak jajan sama sekali", atau "Mi, ini sisa jajannya, 2 ribu, dicatat ya Mi."
Saya tetapkan peraturan (tentu dengan melibatkan mereka) bahwa uang yang telah digandakan tidak boleh di jajankan sembrangan. Boleh sesekali untuk beli mainan yang mahal atau jajan buku ke toko buku. Nah untuk yang terakhir ini anak-anak senang, alhamdulillah anak-anak saya senang buku.

9. Jadilah orang tua yang bisa dipercaya.

    Barangkali ini sepele bagi kita ya, tapi ketahuilah bahwa ketika anak tidak lagi mempercayai kita maka akan sulit bagi kita untuk mempengaruhinya. Jangan sekali-kali tergiur memakai uang anak tanpa pemberitahuan ke 'pemilik'nya. Dengan alasan pinjam dulu yah maka uang mereka tidak pernah kembali lagi. Bukan berarti tidak boleh meminjam uang anak ya, adalah berbeda antara meminjam dengan membayar dengan meminjam tidak dibayar.
Ini kisah masa lalu saya
Duluuu saya rajin menabung dicelengan, dibiasakan orang tua untuk itu.  Bahkan seingat saya sebelum saya masuk sekolah saya sudah punya celengan dari kaleng skm, isinya uang receh akhir 70an dan awal 80an. Saya sangat menikmati sekali ketika membuka celengan di malam takbiran. Bahkan beberapa foto lama mengabadikan saya yang masih balita bergaya dengan kantong yang dipenuhi receh dari celengan. Yang membuat saya bingung adalah bahwa saya hanya memegang kantong itu di hari pertama lebaran, di hari berikutnya ketika bangun tidur kantong uang saya lesap entah kemana. Naluri anak kecil saya mengatakan uang saya hilang dan saya tidak tahu ia dimana. Ketika saya tanya ke keluarga tidak seorangpun yang bisa memberi jawaban. Setelah berkali-kali kehilangan uang saya tidak mau lagi menabung. Rasa penasaran itu saya bawa hingga dewasa, ketika duduk di bangku perkuliahan akhirnya saya tanya Mak secara pribadi. Ini jawaban Mak saya ," Uang mana lagi, memangnya setiap lebaran kalian beli baju pakai duit apa? Trus beli lauk pauk lebaran pakai duit apa? Kan wajar Mak ambil, uang itu kan dari Mak juga." (iya deh Mak, maaf ya Mak hehehe...)

    Masalahnya kawan, ini tentang kepercayaan. Memang kebanyakan uang anak itu dari kita juga, kan mereka belum bekerja, paling-paling pas lebaran dapat salam tempel dari siapaa gitu. Tetapi bagi anak itu adalah 'harta' mereka. Ketika kita dipercayai untuk mengelolanya maka jadilah orang tua amanah.
Sah-sah saja melibatkan anak dalam urusan perekonomian keluarga, malah itu bagus bagi mereka. Mereka akan belajar mengerti kondisi sejak masih kecil, itu akan membentuk simpati dan empatinya terhadap keluarganya. Tapi tentu ada caranya, bicarakan, ajak anak diskusi. "Ini sepatunya sudah hancur, tapi Ummi lagi gak ada uang untuk beli sepatu, apa bisa pakai uang Kakak?" Setelah diskusi ternyata anak enggan, katakanlah "kalau begitu Kakak bersabar ya, pakai saja sepatu (hancur) ini dulu ke sekolah, nanti kalau Ummi sudah ada uang insyaaLlah dibelikan yang baru."
Coba pikirkan, apa akan masih ada anak yang menolak 'dipakai' uangnya?

10. Jadilah model bagi mereka.

    Nah kawan, ini point penting kita sebagai orang tua. Ketika kita melarang anak untuk jajan sembarangan maka sudah selayaknya kita berdiri dibarisan terdepan untuk tidak jajan sembarangan. Ketika kita ingin anak rajin menabung, tunjukkan bahwa kita adalah orang yang peduli dengan menabung. Ingat kata pepatah 'guru kencing berdiri anak kencing berlari', belum lupakan dengan kisah pengajaran induk itik-kan? 
Ini kisah saya ya,
Celengan saya, berdua dengan Fathimah yang baru 3 tahunan
Setelah 'trauma' menabung yang saya alami di masa kecil, saya yang  merasakan manfaat menabung di celengan mulai lagi menabung ketika duduk di bangku perkuliahan; ketika pertama kali jauh dari orang tua. Kebiasaan itu saya teruskan hingga saya menikah - hingga detik ini. Tahu tidak, salah satu celengan saya itu masih uang koin. Kenapa uang koin? Karena uang koin itu selalu dianggap receh yang 'tidak' berguna, seringkali ia tidak 'dianggap' uang. Seterusnya saya konsisten menyimpannya di celengan, dan itu dilihat serta melibatkan anak-anak. Bahkan sebelum mereka masuk SD mereka memiliki celengan koin tersendiri yang diisi dari pembagian sisa uang koin (akumulasi satu hari) setiap saya selesai belanja. Di awal-awal saya jelaskan, "ini tabungan ya, nanti kalian mau beli apa?"
Engkau tentu paham kawan, setelah receh terkumpul banyak ia bukan lagi receh tidak berguna, mosok ratusan ribu bukan duit yah...

11. Biasakan mereka sarapan pagi bergizi sebelum ke sekolah.

    Ini sesuatu yang kadang karena teburu-buru kita mengabaikannya. Padahal sarapan pagi itu penting untuk anak (ke sekolah), apalagi anak-anak yang menghabiskan harinya di sekolah seperti di SDIT dengan mata pelajaran yang sangat banyak.
Kebiasaan ini juga akan membantu pola jajannya, perlahan kita bisa mengajarkan "kalau perut kita kenyang untuk apa jajan, mending uangnya di tabung."
Ini tentang anak-anak saya ya,
Saban hari mereka dibangunkan ketika adzan shubuh berkumandang. Sholat subuh kemudian minum segelas susu hangat. Setelah itu mandi, berpakaian dan makan pagi. Karena jarak sekolah sekitar 5 kiloan meter dari rumah tak jarang sering kali saya turun tangan menyuapi agar makannya segera masuk ke mulut. Sejauh ini belum ada pilihan lain selain turun tangan karena paling lambat jam 6.20 mereka sudah harus meninggalkan rumah, itu artinya harus ada sekitar 10 atau 15 menit dulu untuk mereka menenangkan perutnya setelah diisi nasi. Bahkan ketika Abinya tidak di rumah (pergi dinas ke luar kota) jam 6.10 pagi kami sudah harus berangkat kalau tidak ingin anak-anak terlambat, terjebak macet, atau rebutan naik angkutan umum.

12. Bekerja sama dengan pihak sekolah.

    Jika kita bisa memberi masukan ke sekolah, entah itu kita di Majelis Sekolah atau punya hubungan baik dengan penyelenggara sekolah dan pembuat keputusan di sana, cobalah untuk memberi masukan.
Contoh di sekolah anak saya, sampai saat ini anak-anak masih bebas berbelanja di luar pagar sekolah. Meski sudah beberapa kali saya usulkan tapi sepertinya tidak berpengaruh banyak, masalahnya saya tidak punya link ke sekolah dan saya bukan siapa-siapa. (ini jujur edisi menghibur diri sendiri).
Itu artinya saya harus ekstra keras berusaha agar kami (saya dan anak-anak) selalu berada dalam posisi saling mengerti, saling memahami, saling mempercayai.

Demikianlah kiat-kiat yang bisa saya kemukakan dalam menghadapi anak-anak yang candu jajan.
Ternyata kawan, pengaturan Uang Saku itu tidaklah sesederhana yang kita pikirkan, bukan? Karena ini menyangkut masalah pengelolaan uang maka ia harus dihadapi serius. Karena efek pembiasaan kita akan berpengaruh besar kepada anak nantinya setelah mereka dewasa, tentu kita berharap sekali mereka memiliki persepsi positif tentang dan pengelolaannya.

Demikian dulu yah, semoga bermanfaat.
WaLlahu'alam

9 komentar:

  1. Nice Sharing mbak...sangat informatif dan isnpiratif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih Mbak Nunung, itu vitamin buat saya agar semakin rajin menulis :)

      Hapus
  2. oiya mbak, sekedar saran untuk jenis font tulisan, pakai yang TNR atau arial, itu lebih enak dan nyaman dibaca, pengunjung jadi semakin betah deh...:-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang ini terima kasih juga, ini pupuk untuk saya agar lebih baik, dan ini kritikan pertama lho...makasih banget yah, nanti insyaaLlah saya tinjau ulang ;)

      Hapus
  3. wah, lengkap mbak.. inspiratif..:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. alhamdulillah, terima kasih ya dah mampir dan meninggalkan jejak :)

      Hapus
  4. subhanallah, makasih bgt ya bunda buat tips keren ini. insyaallah mau saya terapkan sama anak saya kelak.... :) sy join this site aaah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih kunjungannya ukhti Mela, ahlan wa sahlan

      Hapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus