Laman

Rabu, 27 Maret 2013

Malu Dong, Masa Kalah Sama Si Mbak

"...Orang yang berutang bila berkata dusta, bila berjanji tidak menepatinya." (HR. Bukhari, dari Aisyah r.a.) 
     Apakah semua orang yang berutang seperti itu? Tentu saja tidak, tapi kebanyakan dari orang yang berutang apabila tidak bisa menepati janjinya dalam pelunasan, cenderung akan mencari seribu satu alasan. Agar yang punya piutang bisa memberi toleransi atau kalau bisa malah memutihkannya. Atau seseorang yang berutang dan tidak berniat membayar utangnya, cenderung juga untuk berbohong dengan alasan yang dibuat-buatnya.

     Siapa sih yang tidak pernah meminta bantuan orang lain? Sepertinya tidak ada, ya. Yang namanya hidup itu,  pasti ada saat lapang dan saat sempitnya. Pasti ada saat-saat kita membutuhkan orang lain. Di saat itulah kita biasanya meminta tolong, entah itu berupa bantuan moril atau materil.
Pertolongan itu bisa berupa cuma-cuma alias gratis, tetapi bisa pula berupa utang yang harus dibayar.

Saya tidak berniat mendefenisikan pengertian utang di sini. Saya berasumsi, semua kita sepakat bahwa utang adalah suatu pinjaman yang harus dikembalikan.

Saya punya cerita.
Beberapa minggu yang lalu, Si Mbak yang biasa membantu saya menyetrika kain, mengajukan proposal pinjaman.
"Masih kurang 500 ribu lagi, Buk, "katanya. "Harus dibayarkan minggu ini juga. Kalau tidak anak saya tidak boleh ikut ujian."
"Nanti setiap Sabtu saya bayarkan, Buk," tambahnya 
Hati saya terketuk, ingin sekali untuk membantunya, masalahnya dompet saya sedang tipis.
"Apa tidak bisa ditunggu sampai tanggal 25, Mbak," saya menawar. Berharap bisa membantunya jika boleh pembayaran itu setelah tanggal 25.
Si Mbak menggeleng, alhasil, akhirnya saya meminta bantuan suami. Alhamdulillah sejumlah yang dibutuhkan Si Mbak bisa saya berikan. 
Si Mbak ini ya, orangnya sangat jujur dan juga sedikit sensitif. Saya katakan sedikit sensitif karena beberapa kali terjadi, dimana saya kehilangan dompet, jika ia ada di rumah, dia adalah orang pertama yang bergerak untuk mencari.
"Saya takut sekali, Buk, tadi kan saya bantu resik-resik. Saya takut, jangan-jangan Ibuk nuduh saya", urainya.
Kejadian seperti itu beberapa kali terjadi, bukan karena saya menguji-ngujinya, tetapi karena saya memang agak ceroboh meletakkan sesuatu. Sehingga sering kali terkadang saya lupa.
Bahkan beberpa kali uang ditemukan di pakaian yang akan disetrikanya, atau bahkan uang saya geletakkan begitu saja di meja. Alhamdulillah, tidak pernah hilang. Agak beda dengan pengalaman saya sebelumnya dengan tukang setrika yang lain.

Si Mbak sholehah yang rajin bekerja dan punya harga diri
Ketika jatuh tempo, saya benar-benar tidak ingat. Saya cukup memaklumi keadaannya. Dia dan suaminya adalah buruh harian yang menerima gaji perbulan. Hitungan gajinya adalah berapa batang rokok yang bisa dilintingnya setiap hari. Suaminya pun begitu, kerja dengan sistem shift dan hitungan gaji perjam. Anaknya ada dua, yang besar di kelas XII SMK dan yang kecil di kelas VII SMP. Dia tinggal di rumah kontrakan yang jauh dari kata nyaman. Dia bertahan di situ hanya karena uang sewanya yang murah, yakni 500 ribu rupiah setahun. 
Saya tidak khawatir Si Mbak ini tidak akan membayar. Pertama, karena dia masih kerja dengan saya dimana gajinya saya keluarkan setiap bulan. Kedua, seperti yang saya ceritakan di awal, Si Mbak ini orangnya jujur, bukan sekali ini ia meminjam uang, walau baru kali ini yang jumlahnya lumayan banyak.
Ternyata Si Mbak ini menjaga kepercayaan saya. Dia membayar tepat waktu, walau dengan cara mencicil. Pernah sekali dia lupa, dan dia minta-minta maaf, padahal saya sendiri malah tidak ingat sama sekali.
Saya takjub, sungguh-sungguh. Dalam kesusahannya dia masih berusaha untuk membayar utang. Padahal saya tahu berapa penghasilannya. Ditambah lagi, kesusahannya bertambah ketika sekolah anaknya meminta pelunasan SPP hingga Juni, tanpa toleransi. Padahal baru bulan lalu mereka memungut uang ujian akhir.
Tetapi sayapun tak hendak mengulurkan tali, saya biarkan saja dia melunasi utangnya. Toh kalau ternyata ia tak sanggup tentu ia akan membicarakannya.

     Pengalaman mengajarkan saya untuk tidak lagi memberikan toleransi ke orang-orang yang meminjam uang pada saya. Bukannya pelit, tetapi seringkali saya menemui orang-orang yang memanfaatkan kebaikan hati saya atau suami. 
Ketika butuh orang-orang itu ingat dimana kami tinggal, ingat dimana harus menemui kami, bahkan ingat berapa no HP kami. Tetapi begitu ada uang, yang diingatnya adalah anak-anaknya butuh baju baru untuk lebaran, butuh menabung untuk beli mobil, butuh menabung untuk jalan-jalan dan tetek bengek lain yang mengalahkan prioritas membayar utang.
Ini cerita saya,
Dulu pernah ada seseorang yang datang menangis-nangis ke rumah, butuh dipinjami uang segera. Saya jelaskan kalau saya sedang tidak ada uang juga. Orang itu memohon-mohon meminjam, akhirnya karena dia berjanji akan membayarnya dengan menyicil mulai bulan depannya, saya nekat meminta suami untuk meminjam uang temannya. Dan tahukah apa yang terjadi sesudah itu?
Besok sorenya saya ke rumahnya karena ada yang mau saya sampaikan soal bantuan Rumah Zakat. Saya tekejut menemukan anak gadisnya (yang kebetulan sama dengan anak Si Mbak sekarang, akan menyelesaikan tahun akhir SMK-nya) sedang mengutak-atik handphone baru. Hati saya berdetak dan orang yang meminjam uang ke saya itu mengedip-ngedipkan mata ke anaknya menyuruh si anak masuk ke kamar. Dan ketika jatuh tempo pembayaran, orang yang berutang tersebut tidak menepati janjinya. Bukan hanya itu, dia juga tidak menegur saya untuk berapa waktu, mungkin ada sekitar setahun. Suami saya bilang, "sudahlah Mi, biar kita saja yang membayarkan hutangnya, dia tak usah ditagih."

     Jadi, saya hendak mengatakan, jika engkau berutang ke orang lain maka bayarlah. Karena membayar utang itu adalah kewajiban. Jangan ganggu keikhlasan orang yang memberimu kelapangan, bantulah ia dengan membayar utangmu. Dan jika engkau berhalangan untuk itu maka jujur sajalah, mudah-mudahan ALlah melunakkan hati yang punya piutang dan ALlah memudahkanmu untuk membayarnya.
Karena sejauh yang saya tahu, membayar utang ini adalah suatu sebuah kebiasaan yang didorong oleh keinginan yang kuat.
Artinya jika engkau hanya terbiasa meminjam tetapi tidak terbiasa membayar, maka kebiasaan ini akan terus berlanjut. Karena kebiasaan ini akan berubah menjadi candu, candu berhutang dengan cara tidak membayar. Tapi kalau engkau ada keinginan untuk membayar hutang, biasanya ada saja rezki untuk membayarnya. Disebabkan keinginanmu untuk membayar maka ALlah akan memudahkanmu, dalam hal ini dimana engkau akan memprioritaskan dana untuk membayarnya.
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi s.a.w. bersabda : 
"Siapa yang berutang dengan maksud membayarnya kembali, ALlah akan menolongnya dalam membayar kembali.
Siapa yang mengambil harta orang lain dengan maksud untuk menghilangkannya, ALlah akan menolong untuk menghilangkannya." (HR. Bukhari)
     Kebiasaan membayar hutang itu erat hubungannya dengan pemahaman, termasuk bagian dari akhlak terpuji.
Pengaruh kemauan sangat besar sekali, karena jika engkau mau membayarnya maka engkau akan memprioritaskan dana untuk itu.
Tahukah kawan, jika engkau bersegera membayar utang, orang lain akan bersegera memberikan pinjaman ketika engkau membutuhkannya. Hidupmu akan terasa lebih lapang, karena ketika engkau membutuhkannya akan ada banyak tangan yang mengulurkan bantuan.
Dari Abu Hurairah r.a., katanya, RasuluLlah s.a.w. bersabda : "Orang kaya yang melambat-lambatkan (membayar hutang, zakat harta dll kewajiban yang harus dibayarkannya) adalah zhalim (aniaya). Apabila  seorang diantaramu dipindahkan utang-piutangnya kepada orang yang berpunya (kaya) hedaklah dituruti (ditagihnya)." (HR. Bukhari)
     Jangan mau kalah dong sama Si Mbak saya, hidupnya di bawah garis kemiskinan tapi harga dirinya tinggi. Tak hendak ia memanfaatkan kefakirannya hanya demi belas kasihan yang akan membuatnya terutang budi seumur hidupnya. Bahkan ketika dia curhat tentang anaknya yang di SMK, yang membutuhkan note book karena jurusannya teknik komputer, saya malah menawarkan pinjaman lunak dengan cicilan yang sesuaikan dengan kemampuannya. Coba simak jawabannya di bawah ini ,"jangan dulu deh, Buk, saya takut nanti tidak sanggup membayarnya, kalau dihitung-hitung kan jumlah bulan cicilannya banyak, lama gitu lho."
Dan bedakan dengan kita, ketika kepepet sedikit saja bahkan untuk hal-hal yang tidak primer dan urgen, betapa gampangnya kita bilang ,"cari pinjaman deh."

WaLlahu'alam, semoga bermanfaat.




terimakasihsudahberkunjung,jikaberkenansilahkantinggalkanjejak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar