Laman

Jumat, 19 Desember 2014

Totto-chan Gadis Cilik di Jendela #Satu

Seandainya aku tidak bersekolah di Tomoe dan tidak pernah bertemu Mr. Kobayashi, mungkin aku akan dicap "anak nakal", tumbuh tanpa rasa percaya diri, menderita kelainan jiwa, dan bingung, tulis Tetsuko si Totto-chan di halaman 250 buku ini.

Bapak/ Ibu, calon bapak/ calon ibu, dan para pecinta dunia pendidikan, sudah pernah baca buku ini kah?
Buku ini mengabarkan bagaimana sebuah sistem pendidikan konvensional bisa saja 'menggelapkan' masa depan seorang anak dan membuatnya tidak mendapati dirinya sebagai anak yang berbahagia. 
Tetapi sebuah sistem yang lain, yang 'berani' mendobrak bisa membuatnya berkilau. Anak-anak di Tomoe Gakuen (nama sekolah dengan sistem yang berani)  ini telah menemukan dunianya, dunia anak-anak yang berbahagia. Tentu saja defenisi bahagia itu kita pakai defenisinya anak-anak. Mereka-mereka yang bersekolah di sini dulunya (mungkin) terhitung anak-anak yang 'terbuang' dan tidak bisa diterima dari sistem konvenisonal. Salah satu anak itu ada Totto-chan yang dikeluarkan dari sekolahnya tepat di tahun pertama sekolah dasarnya.
Bisakah anda membayangkan itu?

Dan alangkah berbahagianya si Totto Chan ini karena memiliki ibu yang bijak yang tetap berlapang dada ketika harus menerima kenyataan anaknya yang baru kelas 1 SD harus dikeluarkan dari sekolah konvensional itu.
Bagaimana jika anda pada posisi ibu si Totto-chan, sanggupkah anda tetap tenang ketika si guru (di sekolah yang lama) memaparkan dosa-dosa anak anda? Bagaimana bisa si ibu sanggup mengelola emosinya dengan demikian baik sehingga Toto-chan baru tahu bahwa ia telah dikeluarkan dari sekolah itu ketika usianya 20 tahun?
Seperti apa sih kenakalan si Totto-chan sehingga ibunya harus mencarikan sekolah yang baru buat anaknya?


Buku ini didedikasikan oleh penulisnya Tetsuko Kuroyanagi (nama kecilnya Totto-chan) sebagai bukti hidup sekolah Tomoe Gakuen ini untuk sang kepala sekolah Mr. Kobayashi. Seorang laki-laki setengah baya yang telah menerimanya di sekolahnya yang unik dan menyenangkan dengan tangan terbuka. "Untuk mengenang Sosaku Kobayashi" begitu  tulisnya di bagian depan sebelum daftar isi.
Bisakah anda membayangkan, guru seperti apa sih dia? Bahkan setelah si guru tiada, setelah si anak didik mencapai kariernya si guru masih membekas dalam benaknya. Dan si murid ingin menebarkan virus menyenangkan yang pernah ia dapatkan.


Seperti apa sih sekolahnya yang baru itu? Seperti apa sih si kepala sekolah sekaligus pendiri Tomoe Gakuen, Mr. Sosaku Kobayashi itu? Metode apa yang diterapkannya? Kenapa sekolah ini bisa tak terendus media? Bagaimana bisa Totto-chan yang ajaib bisa sampai kelelahan ketika bercerita nyaris 4 jam dengannya? Apakah sesampai di sekolahnya yang baru itu Totto-chan berubah jadi anak yang lebih manis?
Ih...penasaran gak, sih? 

Buku ini juga dicetak dengan ukuran font yang cukup menyenangkan bagi mata, terutama bagi anda yang malas membaca diktat. Setiap kisahnya disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti, rasanya tak perlu mengubek-ngubek kamus bahasa. Harganya juga tidak mahal, hanya 68rb rupiah. Coba bandingkan dengan harga sepatu, tas, baju bahkan harga makanan yang harus kita bayar untuk makan di luar. Tidak ada apa-apanya.

Buku hebat ini tadinya hanya sebuah esai yang dua puluh tahun kemudian berubah menjadi serial artikel di sebuah majalah yang kemudian berubah menjadi buku, yang kemudian terjual 4,5 juta buku dalam setahun.

Sesekali anak-anak saya yang masih kecil ( 9 tahun dan 5 tahun) meminta saya untuk membacakannya. Saya bacakan 1 bab yang mereka pilihkan. Lalu mereka akan bertanya ini dan itu. Itu karena buku ini memang seperti bertutur, seakan-akan ini buku cerita biasa seperti yang biasa saya bacakan untuk mereka. 
Kenapa anak-anakpun bisa senang? Ealah...ternyata itu karena buku ini terkategori Buku Cerita Anak. Itulah sebabnya mungkin kenapa ketika anak gadis saya yang usianya sekarang sudah 12 tahun sangat menyukai buku ini. Ketika ia pertama kali ia bertanya, ketika itu ia kelas 4 SD, "Bolehkan Uni membaca buku Ummi yang ini?" saya langsung mengizinkannya. Karena tidak ada yang perlu saya khawatirkan. Kemudian ia membacanya lagi dan lagi.

Saya sendiri sempat punya 2 buah. Saya membeli yang kedua ketika ketemu edisi hardcovernya sekitar 3 tahun yang lalu. Buku pertama saya beli ketika usia si gadis masih 1,5 tahun.
Saya suka mengulang-ulang buku ini, karena menurut saya buku ini telah mengajarkan saya banyak hal. Yaitu bagaimana memandang masalah anak-anak dari sudut pandang anak-anak itu sendiri, sesuatu yang terasa sangat sulit dilakukan terlebih ketika kita ( kita? saya kali yah ) merasakan kepala sudah berasap dan bertanduk.

Saya berterima kasih kepada Ummu Afif tetangga lama saya di Pekanbaru yang telah mengenalkan buku ini. Pertamanya saya pinjam lalu kemudian saya putuskan untuk memilikinya. Hihihi...saya beli sendiri ya, buku pinjaman sudah saya pulangin. 
Sesekali ketika saya melihat kelucuan anak-anak saya dan tingkah polah mereka, saya membayangkan andai anak-anak ini bisa bersekolah di sekolah sekelas Tomoe itu. Tapi kemudian ketika saya membayangkan si kecil Totto-chan, saya cepat-cepat istighfar. Aduh...gak kebayang deh, ampun. Tapi begitu saya ingat sabarnya Mr. Kobayashi di sekolah itu saya jadi malu.

Saya ceritakan ini agar jika kalian sahabatku belum sempat membacanya dan butuh buku yang ringan tapi bergizi tinggi, maka saya sarankan buku ini.

Ini sinopsis singkatnya.
Totto-chan adalah seorang gadis kecil manis yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ia gemar berdiri di depan jendela selama pelajaran berlangsung, entah untuk memanggil pengamen atau sekedar menyapa burung-burung yang hinggap di dahan. Ia suka membuka dan menutup laci mejanya berulang-ulang dengan cara membanting-bantingnya atau bahkan menganggap mejanya bagian dari kertas yang harus digambarnya. Akhirnya ia dikeluarkan karena para guru sudah tak tahan lagi tepat di tahun pertama di sekolah dasarnya.
Mama mendaftarkannya ke sekolah yang tak biasa. Sekolah dengan  gerbang hidup yang tumbuh karena masih ditumbuhi oleh ranting dan daun. Di sana mereka belajar di gerbong-gerbong kereta yang sudah tak terpakai. Totto-chan yang pemuh imajinasi ini bisa belajar sambil menikmati pemandangan dan membayangkan dirinya sedang dalam perjalanan. 
Di sana mereka boleh mengubah urutan pelajaran sesuai keinginan mereka. Pelajaran hanya diberikan di pagi hari, siangnya setelah istirahat waktu digunakan untuk berjalan-jalan, mengamati, menggambar, dan mendengarkan cerita dari kepala sekolah.
Meski belum menyadarinya kala itu, ternyata anak-anak tidak hanya belajar berhitung, bahasa, musik dsb, namun mereka juga belajar tentang persahabatan, rasa hormat, menghargai orang lain, entah itu penampilannya, kesulitannya, fisiknya bahkan pendapatnya. Serta belajar menjadi diri mereka sendiri.

Anda belum yakin? 
InsyaALlah akan saya ceritan seperti sih Totto-chan itu, se'nakal' apa sih dia itu?
Next ya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar