Laman

Rabu, 24 April 2013

Terinfeksi Virus 4L@Y, Berdosakah?


Saya suka pening ketika membaca postingan salah satu teman lama saya di face book. Bukan apa-apa, banyak sekali singkatan-singkatan kata yang membuat kening saya berkerut. Gaul banget. Pengen sih saya mengabaikannya, tapi yang namanya postingan teman ya, pasti muncul di laman kita. Satu-satunya jalan agar saya tidak melihat postingan itu selain mendeletnya, ya menonaktifkan akunnya dari tempat saya di bagian pengaturan. 
Tapi yang namanya teman lama ya, pasti saya tidak tega. Mana dianya suka chatt pula sama saya. Alhasil jalan yang saya tempuh adalah menegurnya, dengan pola pendekatan bahwa sebagai teacher semestinya dia belajar menempatkan diri, sepantasnya. Kan di draft pertemanannya banyak sekali siswa-siswanya. Apa tidak khawatir bakal diremehkan siswa? Begitu pendekatan saya. Dan memberikan referensi tentang bahasan alay yang waktu itu dikupas Nina Muthmainnah Armando di majalah Ummi 2011.

Sumber Google

Pengertian Alay Alay itu apakah? Mengertikah kita dengan pengertian Alay? 

Kita perlu tahu Alay itu apa sebelum kita menjatuhkan penilaian atau bahkan vonis terhadap seseorang. Artinya kita harus paham dulu sebelum kita menentukan tersangka dan bentuk kesalahannya. Karena pada dasarnya kebanyakan dari kita juga tidak tahu apa itu alay, yang kita tahu hanya ikut-ikutan biar terkesan keren dan gaul. 

Alay adalah singkatan dari 'anak layangan', 'alah lebay', atau 'anak kelayapan'. 

#Anak layangan karena kebanyakan mereka berasal dari pinggiran atau kampung. 
#Alah lebay karena mereka sering berlagak berlebihan (lebay). 
#Anak kelayapan karena mereka jarang pulang (jarpul) 
(Nina Muthmainnah, Ummi Februari 2011) 

Kita mungkin sering menuduh seseorang alay hanya karena mereka ikut-ikutan memakai gaya berlebihan (lebay), padahal tanpa kita sadari kita-kitapun sering latah, ikut-ikutan lebay. Perlu diketahui bahwa wabah alay tidak hanya menyerang anak-anak remaja, orang dewasa-pun sudah banyak yang teinfeksi virus ini, terbawa arus sok gaul. Bahkan tidak sedikit juga dari para pendidik ikut-ikutan lebay. 

Anak remaja yang secara psikologi adalah anak-anak yang sedang mencari jati diri, dianggap wajar menggunakan komunikasi ini ke sesama mereka. Mereka sedang mencari suatu bentuk pengakuan diri, khas gaya mereka, yang ingin tampil berbeda dengan gaya orang-orang dewasa di sekelilingnya. 

Kita akan menemukan dalam penulisan bahasa alay, penempatan huruf besar semau-maunya, penggantian huruf-huruf alphabet dengan angka-angka, yang diracik sedemikian rupa. Itu berarti bahwa dalam penulisan kata alay terdapat unsur kreatifitas, khas anak remaja yang selalu ingin tampil beda. Kretifitas dalam bahasa pergaulan yang kemudian juga teraplikasi dalam bahasa tulisan, pada dasarnya berawal dari keinginan tampil beda dan memiliki bahasa sandi tersendiri dalam sebuah komunitas, kemudian juga karena kebutuhan menyampaikan pesan dalam bahasa sms yang terbatas karakternya. 
Dalam hal ini juga termasuk dalam bahasa jejaring sosial yang memiliki tampungan karakter terbatas, seperti twitter dan face book edisi zaman dulu. Sehingga siapapun orangnya, melintas batas usia, memerlukan keefektifan dan efisiensi penggunaan kata ini. 
Masalahnya, ketika kemudian tatkala bahasa sms telah memiliki kandungan karakter yang lebih banyak daya tampungnya, orang-orang masih saja memakai alasan efektifitas ini, ini karena sudah terbiasa dan tidak mau capek-capek mengetikkan kata yang benar. 
Pun begitu ketika daya tampung ketersedian karakter di FB bertambah, tetap saja masih banyak orang memakai bahasa sandi ini. Malah sering kata-kata singkatan yang dipakai bukanlah kata-kata yang lazim dalam kaidah bahasa Indonesia. Kembalilah ini lagi ke gaya bahasa anak remaja alay, sesuka-suka hatinya saja. 

Saya pernah menerima sms dari pendidik di sekolah anak saya. Kala itu ada hal yang perlu saya konsultasikan, karena mobilitas beliau yang tinggi, sms adalah pilihan saya, agar tak menyita waktunya. Tahu sendiri kan, banyak orang yang menganggap berbicara langsung di telfon seakan membuang-buang waktunya. 
Di situlah saya temukan banyak sekali singkatan-singkatan kata yang tidak saya mengerti. Padahal kata-kata yang jadi short message itu tidaklah banyak. Barangkali karena ketersediaan waktunyalah yang membuatnya memilih singkatan aneh itu. Begitu husnuzhon saya ke beliau. 
Contohnya nih, “iy gpp bsk sy cb klarif k ybs umi bs dtg k sklh j brp?” 
Jujur, saya sempat pusing membacanya, secara saya ini terbiasa berbicara dan menulis dengan baik dan benar. Apa susahnya sih menulis begini, “iya gak pa2 bsk saya coba klarifikasi ke ybs, umi bisa dtg ke sklh jam brp?” Setidak-tidaknya saya bisa mengarahkan, kira-kira maksud pesannya ini apa, gitu lho. Saya ini wali murid sekolahnya toh, kami tidaklah akrab dan saya juga bukan teman sepergaulannya. 
Pertama saya mencoba untuk mengira-ngira, tetapi kemudian ketika singkatan-singkatannya semakin menjadi-jadi, maka saya beranikan diri untuk menegurnya lewat sms. “Maaf usth. Saya kurang familiar dengan singkatan2nya, bisa diperjelas lagi?” 

Pertanyaannya adalah, Apakah salah ataukah berdosa si 4L@Y ini?

 Secara nilai tidak bisa disalahkan, asal kita selalu ingat kepada siapa tulisan itu ditujukan dan kepada siapa kita berbicara. Jadi bukan masalah boleh atau tidaknya, salah atau benarnya, titik tekannya di sini lebih ke nilai 'etika, tatakrama, dan kepantasan'. 
Jika kita adalah pendidik, orang tua atau mungkin memiliki keponakan, tentu tidak pantas jika kita berbicara alay ke mereka anak-anak kita. Jika kita berlaku demikian, secara tidak langsung kita mengajarkan anak-anak kita nilai-nilai ketidaksopanan. Menggunakan bahasa dengan baik dan benar tetap adalah pilihan utama. 
Maaf ya, kadang-kadang sumber ketidaksopanan dari yang usianya lebih muda dari kita sebenarnya adalah diri kita sebagai orang dewasa diantara mereka, tentang bagaimana kita memperlakukan mereka. Adalah tanggung jawab kita untuk mengingatkan dan menasehati mereka. Sehingga ketika kemudian mereka yang lebih muda menggunakan bahasa seperti ini ke kita, bukan salah mereka dong. Kitalah yang mengajarkan mereka tidak sopan. 
Sungguh tidak lucu rasanya jika dalam pola komunikasi antara orang tua/ guru berbicara ke anak dengan bahasa gaul, loe gue. Kita yang mengajarkan seperti itu, lalu ketika anak-anak itu melindas batas, berbicara tidak sopan, bukan salah mereka bukan? 

Juga jauh dari nilai kepantasan jika sebagai pendidik kita berbahasa alay ke orang tua murid. Seakrab apapun hindarilah berbahasa loe gue, gunakanlah bahasa yang formal. Bukan karena sok formal ya, tapi bedakanlah bahasa sekolah dengan bahasa pasar/ terminal. Karena orang akan menilai kita dan memperlakukan kita selayaknya yang kita tampilkan dalam berbahasa. Jika kita tak tahu batas dan tempat maka akan seperti itu pulalah orang lain ke kita. 

Sebagai orang Minang, saya mengenal 4 bentuk penggunaan kalimat yang lebih dikenal dengan 'kato nan ampek'; yaitu kata mendaki, kata melereng, kata mendatar dan kata menurun. Disinilah letak nilai kepantasan, etika dan tata krama. 
Sedari kecil, orang tua yang tahu akan mengajarkan tata krama ini ke anak-anaknya, tentang bagaimana cara berbicara ke alamat yang berbeda. Anak-anak yang terbiasa teratur dari rumah, sekuat apapun pengaruh lingkungannya ketika mereka kembali ke rumah, maka gaya rumahannya tidak akan dilepaskannya. 
Seiring dengan pembinaan yang tak terputus dari orang tua di lingkungannya, pada akhirnya anak-anak akan tahu pola-pola ini. 
Anak-anak dibiasakan untuk mengenali dengan siapa dia bicara. Berbicara dengan yang lebih muda, ada aturannya; dalam ajaran Minang Kabau lebih dikenal dengan kata ‘menurun’. Berbicara dengan yang lebih tua, ada tata kramanya; ini lebih dikenal dengan kata ‘mendaki’. Berbicara dengan teman sebaya, ada gayanya; ini lebih dikenal dengan kata ‘mendatar’. Berbicara dengan orang yang dihormati dalam lingkungan atau masyarakat ada kaidahnya; ini lebih dikenal dengan kata ‘melereng’. 

Lalu apakah berdosa orang-orang '4L@Y'? 

Jika alay hanya sebatas penggunaan kata dan kalimat, bukan pada sikap yang melanggar aturan-aturan ALlah swt, menurut saya itu sah-sah saja, itu adalah bagian dari kreativitas; dibolehkan dan dihargai. 
Mereka para remaja barangkali perlu bahasa khusus dalam berkomunikasi. 
Jika kita yang sudah dewasa mau ikut-ikutan silahkan juga , asalkan itu juga dengan teman sebaya dan pada orang yang tepat, bukan kepada anak dan keponakan, dan bukan pula kepada guru anak-anak kita atau sebaliknya. Artinya lihat tempat, situasi dan alamat kita berbicara. 

Yang perlu kita ingat adalah kepada siapa kita bebicara dan menulis, karena itu adalah point dari orang untuk kita. 
Anda masih malu alay atau lebay? Silahkan saja...apa gw harus bilang ondeh mandeh gitu? 

Semoga bermanfaat. 





Remake Catatan FB Vetrieni Bt Munir pada 27 November 2012 pukul 8:36
terimakasihsudahmampir,silahkantinggalkanpesanjikaberkenan

2 komentar:

  1. Aku ketawa-ketiwi baca tulisannya, Mbak. Terim4 k@sih... Aduh, mau nulis dua kata alay saja ribet giniii :-)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, sama2 mbak Anna, t3r1m4 k451h juga dah mampir dan meninggalkan jejak ya :)
      bener ya, nulis terima kasih aja ribet hahaha

      Hapus