Laman

Sabtu, 04 Oktober 2014

Niat yang Ikhlas dan Daging Sapatujuah

Sapatujuah adalah bahasa Minang. Itu adalah tentang daging hewan kurban yang dibagikan oleh pengurus pemotongan hewan kurban kepada peserta kurban. Apa saja isinya? 
Sejatinya saya tidak tahu pasti, sebab daging sapatujuah yang sampai ke rumah saya selalu saja tercampurkan dengan sengaja (oleh saya sendiri) dengan bagian daging (yang saya dapatkan) sebagai bagian dari masyarakat di sekitar mesjid/ mushala yang dibagikan oleh panitia.
Tapi menurut emak saya yang suka ikut-ikut jadi panitia sibuk pada prosesi pemotongan hewan kurban, daging sapatujuah ini adalah potongan dari bagian terpenting dari sapi, seperti sepotong hati, limpa, paru, daging has dll. Daging sapatujuah ini dibagikan sebagai pertanda seseorang ikut kurban. 
Disebut sapatujuah (sepertujuh) karena biasanya dikampung saya -yang lazim menjadikan sapi sebagai hewan kurban- setiap ekor sapinya adalah kumpulan dari maksimal 7 orang peserta. Sehingga masing-masingnya (ke tujuh peserta) mendapatkan sampel daging yang sama banyaknya. Dan biasanya, daging sapatujuah ini adalah bagian dari potongan-potongan yang bagus-bagus.

Lalu apa hubungannya dengan niat yang ikhlas? Bukankah niat itu ada di dalam hati? Dan oleh karena itu bukankah hanya yang memiliki hati saja yang Maha Mengetahui ikhlas tidaknya seseorang?

Beberapa tahun yang lalu, ketika saya melaksanakan sholat 'Id di dekat rumah mertua, khutbah khatib shalat 'Id kala itu benar-benar membuat saya tersentak. Bagaimana tidak, beliau berkata, "JIKA KALIAN PARA PESERTA KURBAN TIDAK MERASA PUAS DENGAN JATAH DAGING SAPATUJUAH DARI PANITIA KURBAN, MAKA ITU SUDAH CUKUP UNTUK MERUSAK NIAT IKHLAS KALIAN BERKURBAN."

Seperti yang saya tuliskan diawal, daging sampel yang dibagikan ke peserta ini adalah bagian yang bagus-bagus. Beratnya bahkan sampai 2 kg. (Perkara berat daging sapatujuah (daging sampel) sebenarnya tergantung kepada kebijakan dan kebiasaan panitia setempat, namun saya sendiri pernah menerima daging sapatujuah lebih dari 2 kg).
Nah bagaimanakah kira-kira reaksi peserta kurban jika daging sapatujuah yang sampai ke tangan mereka tidak seperti biasanya? Baik dari segi bobot, macamnya jenis daging, bahkan kualitas dagingnya.
Jika bobotnya kurang, barangkali akan keluar ocehan, "duh, panitia sekarang itu ya beda sama panitia yang dulu. Kalau yang dulu itu begini dan begitu, yang sekarang coba lihat nih, daging aja dikorupsi, bla...bla...bla."
Jika macam jenisnya kurang, barangkali akan keluar ocehan semacam ini, "kok nggak semua bagian sapi ya, ini mana nih hatinya, limpanya. Panitia sekarang itu benar-benar nggak becus ya, bla...bla...bla."
Jika kualitas dagingnya di bawah, maksudnya tidak dapat bagian daging has/ daging dendeng/ daging rendang, barangkali akan keluar komentar seperti ini, "hadeh, kok jeroan semua, mana nih yang mau dibikin rendang. Cuman segini mana cukup buat rendang, buat dendeng aja tanggung nih, bla...bla...bla."

Saya benar-benar terperangah mendengar khutbah 'Id saat itu. Bagaimana tidak, sebagai perempuan tentu dapur adalah wilayah juang saya, apalagi di saat lebaran. Cukup sering saya mendengar keluhan tentang daging sapatujuah ini, bahkan sejak saya masih kecil. Ketidakpuasan akan bagian yang diperoleh itulah intinya.
Bukanlah niat ikhlas itu tidak boleh rusak agar kurban sampai pada tujuannya?
Lalu bagaimana mungkin hal yang terkesan sepele dan manusiawi itu bisa merusaknya?

Menurut si khotib, sebenarnya apakah tujuan kita berkurban? Apakah agar ia bisa sampai kepada ALlah ataukah hanya demi kemuliaan di dalam masyarakat ataukah demi efek samping berkurban yaitu mendapatkan jatah daging (sapatujuah) yang lebih banyak dari yang lainnya?

Dalam buku Niat dan Ikhlas-nya DR. Yusuf Qardhawy, Al-Hafizh As-Suyuthy berkata, "Menurut pada ulama, NIAT BISA MEMPENGARUHI PERBUATAN, sehingga kadang-kadang bisa membuatnya haram dan kadang halal, padahal bentuknya sama.  SEMBELIHAN umpamanya. Menyembelih binatang bisa menjadi halal jika dilakukan karena ALlah atau dengan menyebut nama ALlah. Namun sembelihan ini menjadi haram jika ia dilakukan karena selain ALlah. Sementara bentuknya sama."

Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya. Amal akan mengikuti niat.
"Sesungguhnya amal-amal itu hanya bergantung kepada niat dan seseorang hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya...." (HR. Bukhari)

Lalu karena apakah kita berkurban itu?

"... Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat..." (T.QS. Ali Imran 3: 152)

"... Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (T.QS. Ali Imran 3: 145)

"Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat." (T.QS. Asy-Syura 42: 20)

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan." (T.QS. Al Furqan 25: 23)

"Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (T.QS. Al Hajj 22:37)

Maka lakukanlah karena mengharapkan keridhoan ALlah ta'ala saja agar amalan tidak sia-sia.

"... Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (T.QS. Al-Baqarah 2: 272)

"Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat." (T.QS. Al-Baqarah 2: 265)

"Dan kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, padahal tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi." (T.QS. Al-Lail 92: 17-20)

Jadi sekalipun daging sapatujuahnya tidak memuaskan kita, bahkan karena sesuatu dan hal lain ia tidak sampai ke tangan kita, maka ikhlaskanlah semuanya karena ALlah agar kurban kita tidak sia-sia.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar