Laman

Senin, 13 Mei 2013

Memberi Teguran / Nasehat - 2



Tidak mudah memang untuk memberikan teguran/nasehat kepada seseorang. Selain dibutuhkan niat yang ikhlas dan keberanian, strategi juga tidak kalah pentingnya. Jika yang memberikan teguran/nasehat tidak memperhatikan strategi, seringkali menegur menjadi tidak mengenakkan, baik untuk yang menegur maupun yang ditegur. Seperti menimbulkan kebencian, permusuhan dan merusak hubungan baik.
Setelah mengetahui kendala dalam memberi nasehat / teguran, ada banyak hal lain yang perlu kita perhatikan.

Hal2 yang Perlu Diperhatikan Dalam Menegur 

pertama; Luruskan Niat

Tanyakan ke diri kita, apakah kita ikhlas melakukan teguran ini? Apakah karena kita peduli dengan kebaikannya? Ataukah kita hanya ingin pamer kepandaian? Unjuk kebolehan? Percayalah niat kita akan berpengaruh cukup besar terhadap proses penjagaan ini. Orang bijak bilang, sesuatu yang datang dari hati biasanya tempat jatuhnya adalah hati.
Menegur saudara bukanlah masalah menang-menangan, tapi esensinya adalah perbaikan.

kedua; Kumpulkan informasi

Teguran harus diberikan secara objektif, untuk itu kita perlu mengumpulkan informasi yang akurat.
Menegur harus memiliki alasan yang kuat dan informasi yang akurat agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Jangan sampai hanya karena kita memiliki kekuasan lalu kita melakukan peneguran, sehingga terkesan mencari-cari kesalahan orang lain atau hanya karena kita ingin eksis dalam menegur.

ketiga; Pilih tempat yang tepat

Setelah informasi yang dibutuhkan terkumpul, tentukanlah waktu dan tempat yang tepat untuk membahas masalah.
Terkadang karena saking bersemangatnya jika kurang jeli memperhatikan tempat dan waktu yang tepat ini, langsung main eksekusi di tempat. Lihat dulu bentuk kesalahannya, tidak semua kesalahan harus eksekusi di tempat. Indikator berbahaya atau tidaknya pakailah standar al Qur-an dan sunnah rasul saw. 

keempat; Tegurlah setelah terjadi pelanggaran

Setelah terkumpul informasi secukupnya, segeralah lakukan teguran, jangan ditunggu terlalu komplit. Setidak-tidaknya langkah awal ini bisa dianggap sebagai tabayun atau konfirmasi langsung ke nara sumber. Mengumpulkan informasi itu penting, tapi janganlah menghabiskan waktu kita untuk melakukannya. Jika telah memiliki alasan dan informasi yang akurat, segera lakukan teguran. Karena ini bukan sidang pengadilan, bukan ajang untuk menelanjanginya; ini adalah ajang perbaikan, bukti tanda kita mencintainya dan peduli padanya.
Menunda-nunda waktu menegur hanya akan membuat masalah menjadi basi dan saudara kita - si pelanggar - barangkali sudah menganggap masalahnya sudah berlalu. Menegurnya disaat dia sudah lupa hanya akan membuat dia berfikir, kita hanya ingin mengungkit-ungkit kesalahannya.

kelima; Lakukan secara kekeluargaan

Hindarilah menegur seseorang di depan orang lain. Engkau juga tidak ingin diperlakukan demikian bukan? Berbicara face to face adalah lebih baik, karena apapun reaksinya dan efek yang terjadi, cukup yang menegur dan yang ditegur saja yang tahu. Akan lebih baik lagi jika dicari tempat yang privacy sehingga saudara kita terhindar dari rasa dipermalukan. Usahakan menegurnya sendiri, karena jika menegurnya melalui orang lain tentu dia akan merasa kurang dihargai, kecuali ada hal-hal yang cukup penting untuk dipertimbangkan, seperti kendala bahasa. Nah untuk itu kita juga perlu mempelajari saudara kita.

keenam; Lakukan teguran dalam keadaan tenang

Ini sangat penting, karena jika kita menegur dalam kondisi emosi, bukan hanya efek suara dan air muka yang akan berdampak negatif, tapi  keikhlasan juga akan berada di tepi jurang. Ketahuilah bahwa emosi yang gampang tak terkendali hanya akan memperburuk keadaan.
Jika kita terlanjur emosi ada baiknya kita menenangkan diri dulu, jangan memaksakan diri.

ketujuh; Fokus pada persoalan

Focus ini tidak mudah. Jika masalah itu diibaratkan  titik, maka jika satu titik itu bisa saja berhubungan dengan titik-titik lainnya, tentu hubungan itu akan membentuk pola. Sedapat mungkin kumpulkan titik-titik itu di satu kotak, dan fokuslah pada kotak itu.
Karena jika kita tak pandai mengotak-ngotakan masalah, sama saja artinya dengan kita  memperlebar masalah. Seringkali dalam menegur kita menghubungkan ini dan itu. Sedapat  mungkin ini dihindari; karena bukan hanya akan memperlebar masalah namun  bisa juga mengungkit-ungkit kesalahan yang sudah tutup buku, dan terkesan membuka-buka aib orang lain. Maka fokuslah.

kedelapan; Dengarkan pembelaannya

Ini yang paling sering kita lupakan. Seakan-akan saudara kita yang bersalah adalah seorang terdakwa yang tidak boleh punya suara. Jika ia menyatakan pembelaannya atau menyatakan pemikiran dari sudut pandangnya, kita cenderung menganggap itu adalah suatu sikap tidak mau mendengar teguran.  Hatta seorang terdakwapun punya hak untuk membela dirinya, lalu kenapa saudara kita tidak boleh membela dirinya. Toh ini bukan sidang pengadilan, ini adalah teguran atau nasehat.
Sungguh lucu, kita ingin untuk didengar sementara kita tidak sabar dan terkesan tidak ada waktu untuk mendengarkan.
Cobalah berfikir, apakah engkau melakukan sesuatu tanpa alasan yang jelas? Begitu juga dengan orang lain, pasti ada alasan kenapa dia melakukan ini dan itu. Jangan menganggap bahwa alasannya tidak penting untuk didengar. Sekalipun itu tidak penting menurut kita, tapi dengarkan, beri ia kesempatan, agar proses menasehati ini berjalan dengan baik. Jika kita ingin melakukan penjagaan dan perbaikan kepada saudara kita, maka berilah dia kesempatan untuk menjelaskan. Selain akan membuat hubungan lebih dekat, kita bisa lebih ta'aruf dengan kondisinya, boleh jadi malah kita bisa membantunya dalam menyelesaikan masalahnya. Atau boleh jadi kitalah yang salah dalam memahami saudara kita, sehingga terjadi missunderstanding.

kesembilan; Perhatikan siapa yang kita tegur

Memperhatikan siapa orang yang kita tegur bukanlah untuk menganakemaskan atau menganaktirikan seseorang. Tapi lebih kepemilihan kata, dan akurasi data. Menghadapi orang pintar dan kritis tidak sama dengan menghadapi orang biasa-biasa saja atau malah orang yang masa bodoh. Orang pintar dan kritis selalu butuh bukti, fakta yang bisa berbicara. Jika hanya berdasarkan katanya dan katanya, maka pikir ulanglah untuk menasehati hingga bertemu bukti otentik. Alih-alih menasehatinya malah kita yang diceramahinya. Bukan karena dia tidak mau dinasehati, orang seperti ini tidak betah mendengarkan sejarah tanpa bukti otentik.


Demikianlah. Bahkan sekalipun strategi sudah diperhatikan, tak jarang hubungan yang tadinya mesra berubah menjadi renggang. Kalau sudah begini, mau bagaimana lagi. Di tegur hubungan menjadi rusak, tidak ditegur saudara kita semakin rusak, seperti memakan buah simalakama. Tapi buah tetap harus dimakan, itulah harga yang harus kita bayar sebagai bentuk kepedulian terhadap saudara karena ALlah swt.
Pada dasarnya memang jika kita berbicara masalah menasehati, kita sering kali bertemu dengan yang namanya ego. Itu tidak mudah untuk dikendalikan, apalagi jika yang kita nasehati adalah orang yang sangat percaya diri.

Begitulah, sekalipun tidak happy ending, menegur tetap harus dilakukan agar saudara kita tidak terperosok ke dalam lubang yang lebih dalam lagi. Karena yang namanya berjalan bersama-sama di lorong yang sempit, jika satu orang terperosok maka biasanya ia akan menyeret kawan yang paling dekat posisi dengan dirinya. Berakibat perjalanan menjadi macet dan mandeg.

Karena berbuat baik memang tidak mudah, seringkali kebaikan tidak berbuah baik sekalipun dilakukan dengan cara yang baik. Sebenarnya bukan karena buahnya tidak baik, hanya saja yang pahitnya keluar duluan, yang manis keluar belakangan. Setidak-tidaknya jikalau saudara kita tidak menganggap itu baik, namun sebenarnya kita sedang melatih diri kita untuk menjadi baik yaitu dengan peduli pada sesama.

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
(QS. an-Nahl: 125)

WaLlahu'alam
Semoga Bermanfaat
Remake  catatan FB Vetrieni Bt Munir pada 1 November 2012 pukul 13:03
Sumber: tastqif Saksi 2004, Muhammad Nuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar