Tidak mudah memang untuk memberikan teguran/nasehat kepada
seseorang. Selain dibutuhkan niat yang ikhlas dan keberanian, strategi juga tidak
kalah pentingnya. Jika yang memberikan teguran/nasehat tidak memperhatikan
strategi, seringkali menegur menjadi tidak mengenakkan, baik untuk yang menegur
maupun yang ditegur. Seperti menimbulkan kebencian, permusuhan dan merusak
hubungan baik.
Setelah mengetahui kendala dalam memberi nasehat / teguran, ada banyak hal lain yang perlu kita perhatikan.
Hal2
yang Perlu Diperhatikan Dalam Menegur
pertama; Luruskan Niat
Tanyakan ke diri kita, apakah kita ikhlas melakukan teguran
ini? Apakah karena kita peduli dengan kebaikannya? Ataukah kita hanya ingin
pamer kepandaian? Unjuk kebolehan? Percayalah niat kita akan berpengaruh cukup
besar terhadap proses penjagaan ini. Orang bijak bilang, sesuatu yang datang
dari hati biasanya tempat jatuhnya adalah hati.
Menegur saudara bukanlah masalah menang-menangan, tapi esensinya adalah perbaikan.
Menegur saudara bukanlah masalah menang-menangan, tapi esensinya adalah perbaikan.
kedua; Kumpulkan informasi
Teguran harus diberikan secara objektif, untuk itu kita
perlu mengumpulkan informasi yang akurat.
Menegur harus memiliki alasan yang kuat dan informasi yang
akurat agar tidak terjadi kesewenang-wenangan. Jangan sampai hanya karena kita
memiliki kekuasan lalu kita melakukan peneguran, sehingga terkesan mencari-cari
kesalahan orang lain atau hanya karena kita ingin eksis dalam menegur.
ketiga; Pilih tempat yang tepat
Setelah informasi yang dibutuhkan terkumpul, tentukanlah
waktu dan tempat yang tepat untuk membahas masalah.
Terkadang karena saking bersemangatnya jika kurang jeli
memperhatikan tempat dan waktu yang tepat ini, langsung main eksekusi di
tempat. Lihat dulu bentuk kesalahannya, tidak semua kesalahan harus eksekusi di
tempat. Indikator berbahaya atau tidaknya pakailah standar al Qur-an dan sunnah
rasul saw.
keempat; Tegurlah setelah terjadi pelanggaran
Setelah terkumpul informasi secukupnya, segeralah lakukan
teguran, jangan ditunggu terlalu komplit. Setidak-tidaknya langkah awal ini
bisa dianggap sebagai tabayun atau konfirmasi langsung ke nara sumber. Mengumpulkan
informasi itu penting, tapi janganlah menghabiskan waktu kita untuk
melakukannya. Jika telah memiliki alasan dan informasi yang akurat, segera
lakukan teguran. Karena ini bukan sidang pengadilan, bukan ajang untuk
menelanjanginya; ini adalah ajang perbaikan, bukti tanda kita mencintainya dan
peduli padanya.
Menunda-nunda waktu menegur hanya akan membuat masalah
menjadi basi dan saudara kita - si pelanggar - barangkali sudah menganggap
masalahnya sudah berlalu. Menegurnya disaat dia sudah lupa hanya akan membuat
dia berfikir, kita hanya ingin mengungkit-ungkit kesalahannya.
kelima; Lakukan secara kekeluargaan
Hindarilah menegur seseorang di depan orang lain. Engkau
juga tidak ingin diperlakukan demikian bukan? Berbicara face to face adalah
lebih baik, karena apapun reaksinya dan efek yang terjadi, cukup yang menegur
dan yang ditegur saja yang tahu. Akan lebih baik lagi jika dicari tempat yang
privacy sehingga saudara kita terhindar dari rasa dipermalukan. Usahakan
menegurnya sendiri, karena jika menegurnya melalui orang lain tentu dia akan
merasa kurang dihargai, kecuali ada hal-hal yang cukup penting untuk
dipertimbangkan, seperti kendala bahasa. Nah untuk itu kita juga perlu
mempelajari saudara kita.
keenam; Lakukan teguran dalam keadaan tenang
Ini sangat penting, karena jika kita menegur dalam kondisi
emosi, bukan hanya efek suara dan air muka yang akan berdampak negatif,
tapi keikhlasan juga akan berada di tepi jurang. Ketahuilah bahwa emosi
yang gampang tak terkendali hanya akan memperburuk keadaan.
Jika kita terlanjur emosi ada baiknya kita menenangkan diri
dulu, jangan memaksakan diri.
ketujuh; Fokus pada persoalan
Focus ini tidak mudah. Jika masalah itu diibaratkan
titik, maka jika satu titik itu bisa saja berhubungan dengan titik-titik lainnya,
tentu hubungan itu akan membentuk pola. Sedapat mungkin kumpulkan titik-titik
itu di satu kotak, dan fokuslah pada kotak itu.
Karena jika kita tak pandai mengotak-ngotakan masalah, sama
saja artinya dengan kita memperlebar
masalah. Seringkali dalam menegur kita menghubungkan ini dan itu. Sedapat mungkin ini dihindari; karena bukan hanya
akan memperlebar masalah namun bisa juga
mengungkit-ungkit kesalahan yang sudah tutup buku, dan terkesan membuka-buka
aib orang lain. Maka fokuslah.
kedelapan; Dengarkan pembelaannya
Ini yang paling sering kita lupakan. Seakan-akan saudara
kita yang bersalah adalah seorang terdakwa yang tidak boleh punya suara. Jika
ia menyatakan pembelaannya atau menyatakan pemikiran dari sudut pandangnya,
kita cenderung menganggap itu adalah suatu sikap tidak mau mendengar teguran. Hatta seorang terdakwapun punya hak untuk
membela dirinya, lalu kenapa saudara kita tidak boleh membela dirinya. Toh ini
bukan sidang pengadilan, ini adalah teguran atau nasehat.
Sungguh lucu, kita ingin untuk didengar sementara kita tidak
sabar dan terkesan tidak ada waktu untuk mendengarkan.
Cobalah berfikir, apakah engkau melakukan sesuatu tanpa
alasan yang jelas? Begitu juga dengan orang lain, pasti ada alasan kenapa dia
melakukan ini dan itu. Jangan menganggap bahwa alasannya tidak penting untuk
didengar. Sekalipun itu tidak penting menurut kita, tapi dengarkan, beri ia
kesempatan, agar proses menasehati ini berjalan dengan baik. Jika kita ingin
melakukan penjagaan dan perbaikan kepada saudara kita, maka berilah dia
kesempatan untuk menjelaskan. Selain akan membuat hubungan lebih dekat, kita
bisa lebih ta'aruf dengan kondisinya, boleh jadi malah kita bisa membantunya
dalam menyelesaikan masalahnya. Atau boleh jadi kitalah yang salah dalam
memahami saudara kita, sehingga terjadi missunderstanding.
kesembilan; Perhatikan siapa yang
kita tegur
Memperhatikan siapa orang yang kita tegur bukanlah untuk
menganakemaskan atau menganaktirikan seseorang. Tapi lebih kepemilihan kata,
dan akurasi data. Menghadapi orang pintar dan kritis tidak sama dengan menghadapi
orang biasa-biasa saja atau malah orang yang masa bodoh. Orang pintar dan
kritis selalu butuh bukti, fakta yang bisa berbicara. Jika hanya berdasarkan
katanya dan katanya, maka pikir ulanglah untuk menasehati hingga bertemu bukti
otentik. Alih-alih menasehatinya malah kita yang diceramahinya. Bukan karena
dia tidak mau dinasehati, orang seperti ini tidak betah mendengarkan sejarah
tanpa bukti otentik.
Demikianlah. Bahkan sekalipun strategi sudah diperhatikan,
tak jarang hubungan yang tadinya mesra berubah menjadi renggang. Kalau sudah
begini, mau bagaimana lagi. Di tegur hubungan menjadi rusak, tidak ditegur
saudara kita semakin rusak, seperti memakan buah simalakama. Tapi buah tetap
harus dimakan, itulah harga yang harus kita bayar sebagai bentuk kepedulian
terhadap saudara karena ALlah swt.
Pada
dasarnya memang jika kita berbicara masalah menasehati, kita sering kali bertemu
dengan yang namanya ego. Itu tidak mudah untuk dikendalikan, apalagi jika yang
kita nasehati adalah orang yang sangat percaya diri.
Begitulah,
sekalipun tidak happy ending, menegur tetap harus dilakukan agar saudara kita
tidak terperosok ke dalam lubang yang lebih dalam lagi. Karena yang namanya
berjalan bersama-sama di lorong yang sempit, jika satu orang terperosok maka
biasanya ia akan menyeret kawan yang paling dekat posisi dengan dirinya.
Berakibat perjalanan menjadi macet dan mandeg.
Karena berbuat baik memang tidak mudah, seringkali kebaikan
tidak berbuah baik sekalipun dilakukan dengan cara yang baik. Sebenarnya bukan
karena buahnya tidak baik, hanya saja yang pahitnya keluar duluan, yang manis
keluar belakangan. Setidak-tidaknya jikalau saudara kita tidak menganggap itu
baik, namun sebenarnya kita sedang melatih diri kita untuk menjadi baik yaitu dengan
peduli pada sesama.
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhan-mu, Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk."
(QS. an-Nahl: 125)
WaLlahu'alam
Semoga Bermanfaat
Remake catatan FB Vetrieni Bt Munir pada 1 November 2012
pukul 13:03
Sumber: tastqif Saksi 2004, Muhammad Nuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar